
Orang Minangkabau suka merantau. Bahkan saking perantaunya ketika astronout sampai ke bulan, orang Minang-lah yang pertama ingin merantau ke bulan mendirikan rumah makan. Ini sebuh anekbot. Kenapa orang Minang suka merantau ?. Ini erat kaitannya dengan sebuah pribahasa Minang yang menyatakan:
“Karatau madang di hulu”,
“Babuah babungo balun”
“Marantau bujang dahulu”,
“Di rumah paguno balun”
Apabila telah sampaidi rantau
nasehat melalui pepatah adalah:
“Mandi di baruah baruah”
“Mengecek di bawah bawah”
“Di ma bumi dipijak”
“ Di sinan langit dijunjung”
Artinya, orang Minang merantau dari muda karena di rumah gadang belum diperlukan. Belum bisa diajak musyawarah, karena usianya. Karena itu tidak heran kalau usia belasan telah banyak pemuda Minang yang meningalkan orang tua, kampung halaman, tapian tempat mandi untuk merantau.
Sebelum merantau banyak nasehat dari orang tua (ibu-bapak), ninik mamak dan guru mengajinya. Bahkan para ninik mamak membekali dengan ilmu pencak silat.
Pemuda Minang harus mampu menyesuaikan diri di mana berada. Inilah
pribahasanya: “Dima bumi dipijak, disinan langiak dijujuang”.
Tiga motivasi merantau orang Minang:
a. Karena di kampung belum diperlukan – Karena di kampung belum diperkukan
b Mencari punggung nan indak balampok _ Mencari penghidupan
c. Mencari ilmu dan pengalaman
Sertelah berhasil baru pulang ke kampung halaman untuk ‘diparumahkan’ (dicarikan ijodoh/isteri). Semakin berhasil dia dirantau, semakin bersilang carano na datang. Artinya seorang remaja Minang yang berhasil menuntut ilmu baik budi pekertinya atau berhasil usahanya di rantau, maka banyak orang yang meminta untuk menjadi menantunya. Setelah berumah tangga barulah diberi gelar oleh ninik mamak. Maka terkenal pula pribahasa : “Ketek ba namo, gadang ba gala” – Kecil punya (dipanggil) nama, setelah besar dan beisteri diberi dan dipanggil gelar. Ini harus ditaati oleh kaum isterinya. Gelar ditetapkan berdasarkan suku suku di Ranah Minang. Misalnya dari Suku Djambak diberi gelar Radjo Lenggang, Radjo Intan dan lain lain.
Sekalipun ada yang yang berhasil merantau, namun demikian tidak semua anak Minag berhasil dirantau. Bagi yang tidak berhasil dan mungkin tak berbakat merantau, mereka akan dipanggil oleh Bundo Kandung dan Niniak Mamak untuk kembali ke kampung.diberi fungsi yang sesuai dengan bakat dan kepandaiannya, seperti guru mengaji, silat dan lain lain.
Keterampilan bersilat diajarkan pada anak Minag setelah selesai mengaji di masjid atau di surau. Biasa mereka tidur di tempat ibadah dan ke rumah orang tua untuk makan dan baru ke sekolah. Kebiasaan tradisi mengaji dan tidur (lalok) di surau sudah berkurang drastis. Barangkali itu pula sebabnya banyak anak anak Minang sekarang kurang pandai mengaji.

0 komentar:
Posting Komentar